Selasa, 03 Juli 2018

Teriakan D Silent Di Kesunyian


Dari kawasan Priangan Barat tepatnya 96 km sebelah barat dari Kota Bandung, dengan segala hingar bingarnya pergerakan musik dikawasan ini, dengan segala keunikan dan paradigma komunitas musik di kota ini, Sukabumi patut diapresiasi atas segala hasil dari pergerakannya itu sendiri. Sehingga Sukabumi mempunyai kekhasan tersendiri dalam pergerakan khususnya musik yang dilakukan oleh para penggiat di skena musik lokal.
Dari hingar bingarnya skena musik dari kawasan ini, munculah lima titit berbahagia dari pusat kota yang senantiasa meraung dalam kesunyian. Mereka menamakan diri mereka dengan D Silent, kugiran yang sejak Mei 2018 lalu digawangi oleh Esa ( Gitar dan Vocal ), Danny ( Vocal ), Yusuf ( Gitar ), Rizlan ( Bass ) dan Agiez ( Drum ). Perjalanan D Silent semenjak 2008 hingga kini dengan segala dinamikanya membentuk karakter musik dari kugiran yang satu ini. Sehingga D Silent mampu tampil dengan gaya mereka sendiri dari stage act hingga eksplorasi suara.
Kabar gembira untuk para pecandu D Silent, pada saat ini mereka tengah mengerjakan sebuah album yang ditandai dengan dilepaskannya sebuah single yang bertajuk “Tak Selamanya”, sebuah karya yang terdengar gahar namun catchy dengan distorsi gitar yang meraung ditingkahi oleh  teriakan putus asa yang menggulung-gulung. Sebuah karya yang patut diapresiasi dan pantas untuk dapat melenggang di blantika musik khususnya di skena musik Sukabumi. So Keep Up The Good Works Dudes!. 

Jumat, 04 Mei 2018

DANDELIONS “MENABUR BUNGA, MERAYAKAN PROTES” DI HARI BURUH



SELAMAT HARI BURUH ANAK ANAK BUNGA! 1 MEI 2018. Headline “Menabur Bunga, Merayakan Protes” ini adalah judul esai karya dari “Anak Bunga” yang mana esai tersebut tersisipkan didalam VCD yang DANDELIONS bagikan secara cuma-cuma di tempat para buruh
Tepat 1 Mei 2018 ini juga genap sudah satu tahun Video Musik Resmi dari single “Kolonialis Bos” ini muncul di kanal Youtube. Maka dari itu, DANDELIONS kali ini membagikan dalam bentuk rilisan fisik yaitu VCD yang berisikan Video Musik Resmi single “Kolonialis Bos” dan esai yang ditulis oleh “Anak Bunga”. VCD ini hanya terbatas, tidak diperjual-belikan, khusus 1 Mei 2018 dan hanya dipersembahkan secara cuma-cuma kepada para buruh yang berbondong-bondong di Grahadi Surabaya ingin menyampaikan aspirasi mereka. Perlu diketahui, artwork visual yang terpampang sebagai cover dari VCD ini adalah karya dari Rakhmad Dwi Septian atau akrab dipanggil ‘Kuro’. Kuro adalah figur yang juga membuat artwork visual mini album DANDELIONS yaitu “Mantra Sakti’, yang pada saat itu Kuro berkolaborasi dengan Redi Murti atau akrab dipanggil “Redi”.
Pada saat di grahadi, tepatnya pada pukul 11.30 pagi, terlihat sudah ada pergerakan dari para buruh

sedang menyampaikan aspirasinya yaitu Kantor Gubernur Grahadi, Surabaya. Perlu diketahui, subyek “Anak Bunga” ini adalah salah satu dari “Anak-Anak Bunga”. “Anak-Anak Bunga” adalah nama atau sebutan untuk para penggemar DANDELIONS. Yang mana didalam esai tersebut, pada intinya “Anak Bunga” ingin menyampaikan “Menabur Bunga, Merayakan Protes” yang mendefinisikan bahwa penyampaian aspirasi ataupun protes, lebih baik apabila dilakukan secara damai, penyampaian aspirasi tidak harus dalam bentuk anarki ataupun kekerasan. Dan sangat sesuai dengan pesan yang tersirat didalam esai dari “Anak Bunga” yaitu “Menabur Bunga, Merayakan Protes” terjadi kondisi dan situasi di Grahadi pada saat itu memang berjalan damai dan lancar, tanpa luput mengenai isi dari aspirasi yang ingin para buruh akan sampaikan.
untuk mempersiapkan orasinya. Pada saat itu juga merapat dan mencoba berkoordinasi dengan penanggung jawab buruh. Hingga akhirnya sang penanggung jawab memberikan arahan untuk tetap di tempat dikarenakan akan ada pembagian VCD dari grup band DANDELIONS. Proses penyebaran VCD inipun masih sesuai dengan “Menabur Bunga, Merayakan Protes” yaitu berjalan damai dan lancar seuai apa yang diharapkan, bahkan pada saat penanggung jawab memberikan arahan untuk tetap di tempat setelah penyampaian orasi mereka selesai, para buruh bertepuk tangan secara kompak sembari personel DANDELIONS memasuki barisan untuk membagikan VCD tersebut. Panas yang cukup terik pada saat itu dan antusias para buruh justru membuat DANDELIONS sadar bahwa antusias para buruh ini tidak perlu diragukan lagi. Harapan kami di 1 Mei 2018 ini bisa membuat para buruh mengenang bahwa isi dari VCD single “Kolonialis Bos” yang mereka terima adalah semangat yang sama dengan DANDELIONS rasakan pada saat turun untuk merayakan hari buruh ini. Salam Anak-Anak Bunga! Terima Kasih!

Minggu, 15 April 2018

DANDELIONS BIKIN PARTY 5 TAHUN ROCKN’ROLLAN DI USIA 5 TAHUNNYA

HALO ANAK ANAK BUNGA! 16 Maret 2018. Tidak terasa 5 tahun sudah DANDELIONS mencoba menghibur, mengenal dan bercengkrama dengan teman-teman dan Anak Anak Bunga di sekitaran Surabaya maupun yang diluar Surabaya. Kami hanya ingin berterima kasih atas segala apresiasi dari berbagai pihak yang sudah setia menemani, mendukung, memperhatikan, bahkan peduli terhadap DANDELIONS selama 5 tahun ini dan harapan kami akan seterusnya seperti ini.
16 Maret 2013 – 16 Maret 2018, kami mengalami banyak hal selama 5 Tahun ini, mulai dari permasalahan internal maupun eksternal yang mempengaruhi kami hingga saat ini. Berkarya dan bergerilya di kegiatan musik di Surabaya membuat kami semakin dewasa dan bertahan sampai saat ini dengan keadaan yang ada. Sampai saat ini, kami sudah mengeluarkan single “Mantra Sakti” di awal debut kami pada tahun 2015 lalu di kanal Soundcloud. Kemudian, setelah “Mantra Sakti” itu kami mengalami perombakan dimana seharusnya kami dengan 5 personel. Kali ini dengan 4 Personel dikarenakan Bayu sempat mengundurkan diri dari DANDELIONS. Sampai pada saatnya, kami merasa Adiee pun mengalami beberapa permasalahan, Adiee pun keluar dan Bayu kembali lagi dan kami menjalani dengan tetap 4 anggota kami hingga saat ini. Setelah itu, salah satu label lokal menawarkan untuk rilis album kami yang bertajuk “Mantra Sakti’ dan pada akhirnya album ini dirilis oleh Beautiful Terror Records pada 24 Maret 2017. Launching bersama dengan Kolibri dan Pedestrian Drama ini berlangsung meriah d
i Colors Pub pada saat itu. Bertepatan dengan hari buruh tanggal 1 Mei 2017, kami melakukan pengambilan video musik bersama para buruh yang melakukan orasi di kantor gubernur tugu pahlawan dengan single kami yaitu “Kolonialis Bos”. Tidak lama dari itu, kami melakukan tur dari kampus ke kampus sekitaran Surabaya yang disponsori oleh salah satu kanal distribusi digital. Dan langkah kami setelah merayakan ulang tahun ini adalah mencoba untuk bersorak-sorai dengan lagu-lagu kami kepada masyarakat sekitar melalui rilis album kami yang rencananya sekaligus di 3 kampung dalam 1 hari, serta beberapa proses pengambilan gambar untuk “Video Musik Resmi” selanjutnya dari salah satu lagu paling hits dari DANDELIONS yaitu “Bukan Playboy”. Ditunggu ya
Maka dari itu, acara yang bertajuk “Dandelions Lagi Party 5th RocknRollan” ini kami selenggarakan karena 5 Tahun itu adalah bukan waktu yang sedikit untuk bertahan sampai saat ini. Acara ini dapat dikatakan berlangsung cukup berkisah, dimulai dengan rencana awal jam 7 malam, sampai pada akhirnya ini semua baru dimulai jam 10 malam. Banyaknya halangan dan rintangan membuat kami merasa lebih dewasa lagi, dikarenakan ini adalah pertama kalinya kami punya acara ataupun showcase yang murni DANDELIONS selenggarakan sendiri. Diawali dengan hujan turun sangat deras, kemudian gitar khas dari Bayrose yang jatuh hingga patah dan hancur pada saat kami harus clearing panggung, dikarenakan hujan deras yang menyebabkan tenda dan lantai panggung basah, hingga mixer di FOH yang basah karena terpal yang difungsikan untuk melapisi tersebut bolong dan digantikan dengan mixer backup yang beruntungnya juga dibawa membuat acara ini semakin berwarna dan membuat mundur hingga jam 10 malam baru dimulai. Diundurnya acara inipun menyebabkan efek positif yang mana Anak-Anak Bunga hadir begitu antusias dan ramainya menunggu hujan reda untuk menuju venue kami.
Acara ini bisa dibilang cukup berantakan, apabila dilihat dari sisi urutan acara. Akan tetapi, konten dari acara ini cukup berarti untuk DANDELIONS dan Anak Anak Bunga yang mengikuti dan memperhatikan di setiap perjalanan kami. Didalam acara ini, Dandelions tidak hanya bermain dan menampilkan aksi panggung saja, kami juga melakukan syukuran dengan simbolisasi nasi tumpeng untuk merayakan ulang tahun kami yang kelima ini, kemudian di tengah acara adanya “Manifesto Dandelions” yang dibacakan oleh Njet.S sang vokalis, yang berisikan “8 Butir Manifesto Dandelions” yaitu :    1. Kita Anak Anak Bunga Menebarkan Cinta
2. Kita Anak Anak Bunga, Punya mimpi
3. Kita Anak Anak Bunga, Setia Bukan Playboy
4. Kita Anak Anak Bunga, Bebas Tapi Toleransi
5. Kita Anak Anak Bunga, Buka Mata, Mulut dan Telinga
6. Kita Anak Anak Bunga, Berdamai Dengan Alam
7. Kita Anak Anak Bunga, Menolak Impor
8. Kita Anak Anak Bunga, Anti Penindasan dan Ketidak Adilan
“8 Butir Manifesto Dandelions” ini berisikan tentang sikap-sikap DANDELIONS dalam bermusik, butiran-butiran manifesto ini diambil dari lirik dari lagu-lagu Dandelions. Hingga ada juga slideshow durasi 3 menit yang ditampilkan di backdrop, yang menampilkan foto-foto personel dari kecil hingga saat ini bersama Dandelions membuat Anak Anak Bunga seakan-akan ikut merasakan seperti apa perjalanan kami selama 5 tahun berkarya.
Tepat pukul 11.30 malam, acara ini selesai dan ditutup aksi panggung kami dengan salah satu lagu yang akan muncul di album “Anak Anak Bunga” yaitu “Ular Tangga”. Berakhirnya acara ini menyadarkan kami bahwa Anak Anak Bunga benar-benar memperlihatkan antusiasnya mengikuti rangkaian. Sekedar info, venue di KedaiMaian ini sekaligus mengumumkan bahwa ini adalah markas baru dari kami. Harapan kami di tahun kelima ini tidak lain adalah dapat terus menghibur Anak Anak Bunga dimanapun berada dengan karya-karya DANDELIONS. Salam Generasi Bunga! Terima Kasih!



Arc Yellow merilis “Limbung”!

Selang 7 bulan setelah melempar single berjudul “Ruam”, Arc Yellow kembali merilis “Limbung” sebagai single ke-dua dari album yang sebentar lagi akan beredar. Lagu ini merupakan ungkapan sebal tentang betapa sulitnya mengumpulkan kosa kata bahasa Indonesia agar tidak menjadi kalimat yang romantis dalam penulisan lirik.


   Arc Yellow terdiri dari Gilang T. Firdaus pada vokal dan gitar, Regie Pramana pada bas dan vokal, serta Rizky Octadinanta pada dram dan vokal. Nama trio ini diambil dari kalimat yang tercantum pada poster kecil dinding sebuah tembok Studio 144 di area Depok medio 2008. Kalimatnya berbunyi: worst arc, worst line, but nevermind it still art and yellow.  Mereka sempat merilis album bertajuk Mammals pada Februari 2012 silam via label independen Depok, Drexter Records, dan butuh 7 tahun untuk akhirnya mulai mengerjakan album kedua.


    Oh Well..Nothing dipilih sebagai tajuk album kedua yang direncanakan akan dirilis tanggal 21 April 2018. Berisi 10 lagu termasuk “Limbung” dan “Ruam”, album ini merupakan pembenturan rock, grunge dengan balutan fuzz –album ini melibatkan Pandu Fuzztoni (Morfem/the Adams) untuk mixing dan mastering. Menurut mereka album ini tidaklah spesial, karena mereka mengaku masih belum paham bagaimana meracik musik yang bagus sehingga hanya menduplikasi lagu yang sudah ada dan hanya mencoba mengulang euforia yang pernah tercipta dari lagu-lagu tersebut. Namun keterlibatan Deni Taufik Adi (Reid Voltus/Sex Sux/Watersports) untuk menulis sesuatu di album ini dianggap sebagai hal yang spesial.


    Simak “Limbung” lewat layanan streaming musik favoritmu serta radio-radio pilihanmu untuk menikmati salah satu ketidak-spesialan Arc Yellow! 

L A Z E “WAKTU BICARA”

Merupakan sebuah album hip-hop berbahasa Indonesia karya Havie
‘Laze’ Parkasya, Waktu Bicara berkisah tentang perjalanan manusiamanusia
yang bermigrasi ke kota besar dan menghadapi berbagai cobaan
untuk bertahan hidup, menaikkan kelas sosial, dan lain sebagainya.
Dihadapkan dengan berbagai isu penyesuaian diri pada tempo kehidupan
kota yang dinamis dan begitu cepat, mereka kemudian secara tidak sadar
merubah nilai-nilai individu, sikap, keadaan jiwa dan sudut pandang akan
berbagai hal. Tak luput pula mereka yang sangat terpaku dengan tradisi
atau nilai keagamaan dalam album ini dikisahkan dapat menjadi permisif
dan modern.
Waktu Bicara sendiri dapat memiliki dua arti: akankah ini menjadi waktu
bagi para pejuang urban untuk bicara; ataukah mereka akan pasrah dan
membiarkan waktu yang bicara untuk mereka. 14 dari 15 lagu ini ditulis
dan dirangkai musiknya oleh Laze sendiri saat ia mengerjakan tugas akhir
kuliahnya di tahun 2016. Terinspirasi oleh kepindahannya kembali ke ibu
kota, ia merasa tempo hidup yang cepat dan kesenjangan yang begitu
gamblang serta perilaku-perilaku penduduk didalamnya begitu menarik
untuk diterjemahkan ke dalam lagu.
Gaya bahasa yang digunakan termasuk ringan, walaupun terkadang
terdapat permainan kata yang harus didengar beberapa kali untuk
memahaminya. Namun ini hanyalah sedikit bumbu untuk menyalurkan
kisah yang ingin disampaikan oleh Laze. Pada lagu “Cerita Benar”
misalnya, Laze bahkan mencoba tidak menggunakan metafora sedikitpun.
Seluruh rapalan yang dianggap paling personal dari keseluruhan album
ini adalah kejujuran dan dikemas dengan detil bahasa yang apa adanya.
Dirilis oleh demajors secara resmi pada tanggal 10 Maret 2018, secara
kesuluruhan ini bukanlah album hip-hop ‘garis keras’ atau sebuah album
yang akan terdengar dari playlist DJ di klub ternama. Ini bukanlah album
untuk berdansa. Ini adalah album untuk berkisah.

Beautiful Dari Grace Sahertian

Melanjutkan suksesnya debut album "Hela", penyanyi/penulis lagu/seniman Grace Sahertian segera merilis single terbarunya bertajuk "Beautiful" berkolaborasi dengan Kirk Whalum, peniup saxophone legendaris asal Amerika Serikat, sang pemenang Grammy yang permainannya berhasil menampilkan momen abadi pada lagu "I Will Always Love You" yang dipopulerkan oleh Whitney Houston.
Dari mana semuanya berawal? Bagi sebagian orang, sesuatu yang istimewa seringkali dianggap sebagai sebuah kebetulan. Tapi bagi mereka yang percaya, itu merupakan sebuah berkah dari Sang Pencipta. Grace dan Kirk bertemu pada perhelatan Java Jazz Festival 2017. Kirk pada saat itu menonton penampilan Grace sampai selesai, dan kemudian langsung menghampiri setelahnya. Kirk menyampaikan kekagumannya, bahkan mengatakan bahwa baginya Grace Sahertian adalah highlight dari festival jazz terbesar di dunia ini. Bagi Grace, itu adalah salah satu momen spesial yang tak terlupakan, terutama karena Kirk sudah lama menjadi salah satu sumber inspirasinya.
Selang beberapa bulan kemudian, Kirk menghubungi Grace dan mengajaknya untuk turut dalam album mendatang yang bercerita tentang indahnya keragaman dan betapa pentingnya sebuah kebersamaan dalam kerangka kemanusiaan bagi manusia yang tinggal di berbagai belahan dunia. Terinspirasi oleh ide Kirk, Grace kemudian menulis lagu "Beautiful" dan mengajak Kirk untuk mengisi saxophone di lagu tersebut. Prosesnya sangat singkat. Pada bulan Januari 2018, Kirk dan timnya datang ke Jakarta untuk melakukan proses rekaman.
Secara umum, lirik lagu "Beautiful" pun berbicara tentang "Humanity", bagaimana seharusnya kualitas seorang manusia yang hidup di tengah perbedaan yang ada, dengan segala keunikan dan keragamannya. Grace mengajak para pendengar untuk mencintai diri sendiri dan menabur kasih dimanapun kita berada, dengan menitikberatkan pada sosok perempuan yang berkarya.
Untuk single "Beautiful", Grace mengajak David Manuhutu, pianis jazz muda lulusan Berklee College of Music, sebagai produser. Proses rekaman dilakukan pada bulan Februari 2018 dengan dibantu oleh rekan-rekan musisi diantaranya, Dimas Pradipta (drum), Rudy Zulkarnaen (bass), David Manuhutu (piano, keyboard & synthesizer) dan Rayhan Sudrajat (guitar & sape - instrumen musik tradisional Kalimantan). Untuk vokal latar, Grace mengajak Puspallia Panggabean, Devina Ompusungu, Johanes Fayakun dan Gideon Manurung.
Untuk pembuatan video klip "Beautiful”, Grace berkolaborasi dengan teman-temannya yang memiliki latar belakang serta misi yang serupa, yaitu Drupadi untuk seni teater; Kausa untuk video dan foto, serta Jalin untuk kebutuhan artistik serta kostum. Video ini akan menginspirasi penontonnya untuk menghargai diri sendiri, terutama perempuan dalam perannya di dunia ini.

"You are seeds of love, wrapped in endless grace. You are so beautiful." – Grace Sahertian

Riandy Kurniawan

Kamis, 18 Januari 2018

Menyusuri Sudut Kota Jakarta bersama Lantun Orchestra

Ajakan tersebut kembali hadir setelah penantian cukup lama. Tahun 2014 lalu, kita mengenal Lantun Orchestra melalui kemunuculannya yang memberikan angin segar dan selalu disambut dengan antusias bagi para penikmat musik. Tak hanya hadir dengan tampilan unik melalui kostum panggung berbalut kebaya dan batik, Lantun Orchestra pun memberikan perpaduan musik tradisi Betawi dan Jazz yang nikmat didengar semua kalangan. Tetapi, tentu ada yang kembali berbeda dari Lantun Orchestra. Tepatnya, 1 November lalu, Lantun Orchestra menjawab kerinduan fans-nya dengan album berkonsep “Respon Ruang terhadap Kota Jakarta.” Jadi, tak heran kalau mereka menampilkan potret yang khas dari kehidupan urban berupa jemuran gantung. Desain bergaya pop art bercorak warna-warni neon pada cover-nya, menjadikan pemandangan umum yang lekat dengan permukiman padat penduduk itu punya kesan artistik. Album terbaru Lantun Orchestra berisi tujuh lagu dan komposisi yang ditulis dan di-aransemen oleh musisi muda Chaka Priambudi. Ia sekaligus menjadi kreator dari Lantun Orchestra. Lantun Orchestra bukanlah grup band, melainkan sebuah ide yang dikembangkan Chaka sebagai bentuk partisipasi kolektif musisi muda dan inovasi dalam menjawab tantangan terhadap pengembangan musik tradisi dan populer saat ini. Warung, Pecinan, dan Kutunggu Kau di Salemba menjadi tiga lagu andalan Lantun Orchestra di album tersebut. Ketiganya menjadi favorit di antara para pendengar karena berlirik dan bervokal. Sementara komposisi lain yang banyak mendapat respon positif, adalah Topeng Monyet dan Nasi Kuning. Melalui lagu dan komposisi pada album itu Lantun Orchestra tak hanya hendak mengajak kita berkeliling menikmati nuansa Jakarta, tetapi pula sajian rasa musik yang variatif dengan alunan gambang kromong, ballad, smooth jazz, hingga dangdut. Chaka mengkategorikan genre Lantun Orchestra sebagai #BetawiJazz. Album Lantun Orchestra telah tersedia dalam bentuk CD yang distribusinya diedarkan oleh label Demajors, Album ini juga dapat diakses melalui iTunes, Spotify, dan Deezer. Web : LantunOrchestra.com Facebook Page https://www.facebook.com/LantunOrchestra/ Twitter https://twitter.com/LANTUNorchestra Instagram https://www.instagram.com/stories/lantun_orchestra/?hl=en Soundcloud https://soundcloud.com/lantun-orchestra Kontak : Sarah Isya (0813 1430 2131)

Sabtu, 30 Desember 2017

Ini Bukan Lagu Perlawanan, Ini Sindrom Kotak Kaca

Sindrom kotak kaca adalah satu dari empat karya kami yang dihasilkan tahun ini, suksesor dari single terdahulu Ular. Liriknya ditulis bersama mengikuti aransemen musiknya disebuah studio bernama VENTI TWENTY dan seperti biasa direkam di studio bernama RED STUDIO dengan juru rekam Hadiyan dan di Mastering oleh juru tata suara yang digjaya Indra Adhikusuma dari Neverstop Records dengan hak cipta oleh BERAKsi Records dan hak penerbitan oleh Neverstop Records telah tersedia di gerai-gerai digital seperti spotify, amazon, tidal, napster, 7digital, kkbox, emusic, deezer dan lain sebagainya. Selain menerbitkan single kami juga menerbitkan video musik karya dari BoGue dari Dago Lost Area Workshop yang akan diterbitkan pada 8 Januari 2018, video musik ini kami persembahkan untuk rekan-rekan media yang telah mendukung dan mempercayai kami dari sejak awal kemunculan kami.

 

Dari sejak bangun tidur dan membuka mata di pagi hari hingga terlelap dan menutup mata di malam hari asupan otak dari suguhan-suguhan tayangan di kotak kaca lambat laun merubah arah tujuan dan nilai-nila sosial dengan norma-norma yang dihembuskan. Tayangan simulasi kehidupan yang tidak relevan dengan kenyataan hidup merubah kerangka fikir bagaikan candu yang memberikan pengalaman-pengalaman kejiwaan dan sinestesia.

Bukannya menentang perubahan, kotak kaca yang sejatinya menjadi media penyebaran informasi yang berguna buat semuanya bukan untuk media cuci otak bagi kepentingan kaum tertentu  dengan dalih modernisasi, tapi sesuai kodratnya bahwa modern itu membawa kepada hal yang lebih baik untuk semuanya bukan hal yang hanya tampak baik saja.

Dan inilah dunia kami dan hanya ada satu dunia yang tidak akan berubah. Ini bukan lagu perlawanan, ini sindrom kotak kaca.



https://www.7digital.com/artist/aksi-sophie/release/sindrom-kotak-kaca-7118404?h=1&d=1

https://www.amazon.com/Sindrom-Kotak-Kaca-Aksi-Sophie/dp/B077HRV87X/ref=sr_1_1?s=dmusic&ie=UTF8&qid=1512459616&sr=1-1-mp3-albums-bar-strip-0&keywords=aksi+sophie

http://www.deezer.com/en/track/429533412

https://www.emusic.com/album/122132743/1337874403/Aksi-Sophie/Sindrom-Kotak-Kaca/track/Sindrom-Kotak-Kaca

https://www.kkbox.com/hk/en/song/la.Zc00wKHnaIrDg8rDg80X4-index.html

http://us.napster.com/artist/aksi-sophie/album/sindrom-kotak-kaca

https://soundcloud.com/aksisophie/sets/sindrom-kotak-kaca

https://open.spotify.com/album/2yCoOGnqbfhDeneyf1Fclq

https://listen.tidal.com/album/81300933

Kamis, 30 November 2017

Karya Sentimentil Bernuansa Gelap dari bonita and the hus BAND

JAKARTA, 29 November 2017 - Paruh kedua tahun 2016 Bonita dan Adoy kehilangan keluarga dekat; sepupu Bonita di usia 40 tahun dan keponakan Adoy di usia 13 tahun. Kehilangan itu begitu membekas dalam bagi perasaan mereka.

Sedih, duka, namun juga mencoba memahaminya sebagai sebuah kebahagiaan atas penyelenggaraan Ilahi, begitu kata Adoy. Mereka yakin kedua almarhumah sudah beristirahat di sisi-NYA. Lantas Bonita and The Hus Band (BNTHB) yang dihuni oleh Bonita (vokal), Petrus Briyanto Adi “Adoy” (gitar), Bharata Eli Gulo (perkusi), dan Jimmy Tobing (saksofon) melahirkan sebuah karya sentimentil, bertajuk Sisters on The Moon yang ditulis langsung oleh Adoy.

Dalam khayalan Adoy, mereka yang telah pergi itu digambarkan sedang mengamati kita yang masih hidup di bumi ini dari bulan dalam hening dan sepi. Sebuah pengalaman baru bagi BNTHB merekam musik yang cenderung bersuasana lebih gelap dibanding repertoire karya lainnya.
“Salah satu yang sulit dalam penulisan-pembuatan lagu ini adalah mendengarkan suara/bunyi di kepala ini yang berontak untuk dinyatakan. Kalau pake moda otomatis dan spontan saja -seperti kecenderungan biasanya saya menulis- lagu ini gak akan jadi begini”, ujar Adoy.

Unsur magis pada perpaduan doa lintas agama yang tersemat dalam lagu ini semakin kuat dengan sentuhan toys percussion dari Bharata, terutama karena lonceng yang (mungkin) bertepatan dengan kepergian Ibu dalam film horor yang belakangan meledak.

Karya ini menjadi kali kedua lagu yang penulis anggap mampu membuat bulu kuduk berdiri setelah mendengar lagu Satu Hari Sebelum Esok milik mereka di album “Rumah”. Itu menjadi indikator sebuah karya yang terlahir dari jiwa-jiwa yang tulus mengekespresikan karya mereka, tanpa hitungan, hanya olah rasa yang mampu mencernanya.

Apalagi komposisi ini berhasil diitutup manis dengan sentuhan soprano saksofon Jimmy yang tidak memberikan pengaruh berlebihan untuk terdengar semakin magis.

Pada bagian interlude, Adoy mengcompose lapis-lapis suara chant dalam gaya Gregorian dengan lirik dari ayat Kitab Kebijaksanaan Salomo 4:13 “consummatus in brevi explevit tempora multa” yang berarti: “Karena sempurna dalam waktu yang pendek, maka orang benar memenuhi waktu yang panjang”.

“Masih dalam bagian ini juga kami masukkan lantunan Surat Al Fatihah dalam gaya langgam Jawa. Penentuan langgam Jawa sebagai gaya lantunan dalam lagu ini berasal dari usulan sang pelantun yaitu Gus Syahril, guru agama Islam yang menjadi teman diskusi saya,” lanjut Adoy.

Usulan Syahril serta merta disambut positif oleh BNTHB. Karena selain makna dan isi doa, usulan itu juga sejalan dengan pesan yang terus dibawa oleh BNTHB yaitu “Merayakan Kebhinnekaan dan Merawat Kebersamaan”.

Lagu ini direkam sebagai peringatan setahun kepergian kedua almarhumah. Perilisan lagu secara online digital di akhir November 2017 juga dalam rangka memperingati International Day for Tolerance (16 November) dan International Day for the Elimination of Violence Against Women (25 November).

                                                       *******


Dzulfikri Putra Malawi

Sabtu, 28 Oktober 2017

Naif Merilis Album 7 Bidadari

    “Cobalah, kau kenali dirimu.”
Demikian bunyi salah satu lirik di 7 Bidadari, album ketujuh dari Naif yang mulai mereka edarkan melalui demajors pada 22 Oktober 2017. Dalam konteks lagu “Kenali Dirimu”, kata-kata tersebut merupakan pesan untuk pahami diri dulu agar bisa lebih mudah dipahami orang lain. Selain itu, sepertinya pesan tersebut juga dapat diarahkan kepada Naif sendiri di album ini, karena pada 7 Bidadari kita dapat mendengar sebuah band yang berusaha mengingat kembali apa yang menjadi esensi musik yang telah mereka mainkan bersama selama 22 tahun.
    “Istilahnya kembali ke fitrahnya,” kata David Bayu, vokalis Naif. “Kami coba menciptakan ulang momen dulu. Rasanya bagaimana sih, saat awal-awal bikin lagu? Tapi pasti nggak bakal bisa sama kayak dulu.” Franki “Pepeng” Indrasmoro sang drummer menambahkan, “Mudah-mudahan KawanNaif (sebutan penggemar Naif) yang sudah lama ikut bisa menemukan apa yang mereka rindukan, yang katanya di Planet Cinta itu hilang.”
    Memang, Planet Cinta yang dilepas pada tahun 2011 itu agak berbeda dibanding karya-karya Naif sebelumnya. Walau masih ada lagu-lagu yang menjadi favorit penggemar, terutama “Karena Kamu Cuma Satu”, secara keseluruhan album tersebut terasa lebih gelap, yang bisa jadi mencerminkan kondisi di Naif ketika itu.    Alhasil, 7 Bidadari yang digarap bersama sound engineer Sony Soebowo sebagai produser terdengar jauh lebih riang dan ringan. “Suasana album ini jauh lebih kondusif dibanding Planet Cinta. Secara internal jauh lebih kondusif, nggak ada beban sama sekali,” kata bassist Emil Hussein. “Nggak ada tekanan dan tenggat waktu sama sekali. Saking nggak adanya, sampai bertahun-tahun nggak dikeluarkan sejak workshop pertama!” Fajar Endra Taruna alias Jarwo, gitaris Naif, mengiyakan suasana yang lebih menyenangkan dalam pembuatan album ini. “Ini album yang sedang asyik lagi. Eksplorasi ke zaman dulunya Naif, jadi bikin lagunya bareng-bareng lagi, garapnya bareng-bareng lagi,” katanya.
    Bukan berarti musik di 7 Bidadari semata-mata pengulangan dari apa yang pernah mereka lakukan. Agak sulit membayangkan Naif di era lagu “Mobil Balap” atau “Posessif” bisa membuat balada anggun dan dewasa seperti “Berubah”. Mereka juga belum tentu berani membuat lagu seperti “Selama Ada Cinta” yang menampilkan warna swing dengan iringan brass section serta permainan piano oleh sang maestro musik jazz Indonesia, Indra Lesmana.
    Sementara itu, “Apa Yang Membuat Dirimu Untuk Terus Di Sini” dan “Sedjak” berisi suara seruling pipa dan gendang yang membuatnya terdengar lebih Indonesia, sejalan dengan lagu pembuka album “Alangkah Indahnya Indonesia” yang mengagumi kekayaan alam negara ini. Lagu “7 Bidadari” sendiri, yang juga menjadi judul album ini, terinspirasi oleh cerita rakyat Jaka Tarub dan Tujuh Bidadari dan diperkaya oleh alunan string section garapan Oni Krisnerwinto dan Sa’Unine yang sudah lama menjadi kolaborator langganan rekaman Naif. Kontribusi besar juga datang dari Krisna Prameswara, yang sudah satu dekade lebih mendampingi Naif pada keyboard di panggung, dan di album ini mengisi suara keyboard, piano dan synthesizer di lagu “Berubah”, “7 Bidadari”, “Kenali Dirimu”, “Diriku Dirimu” dan “Indah”.
    Tentu saja kontribusi terbesar berasal dari keempat anggota Naif sendiri, yang telah menciptakan identitas yang khas dan tiada duanya dengan meleburnya vokal David, gitar Jarwo, bas Emil dan drum Pepeng selama 22 tahun. “Naif sudah sampai level yang lancar, isiannya sudah pasti dirasa cocok. Memang berasa banget di umur 22 tahun band. Memang jodoh secara musikalitas aransemen. Kalau dibandingkan gue di band bersama musisi lain, belum tentu gue bisa mendapatkan itu,” kata Emil.
    Dengan demikian, 7 Bidadari merupakan sebuah upaya Naif untuk kembali ke akar musiknya, namun dengan modal pengalaman 22 tahun. “Mungkin bagi yang suka dengar Naif dari dulu bisa merasakan atmosfernya kembali lagi kayak begitu,” kata Jarwo. Pepeng menegaskan, “Mudah-mudahan di sini KawanNaif bisa menemukan spirit Naif yang mereka kenal dulu, tapi tentu saja prosesnya nggak bisa diulang kayak dulu.”
     Sementara itu, David mengaku tidak punya ekspektasi apa-apa terhadap album ini. “Gue bisa release saja sudah senang! Gila, lama banget!” katanya sambil tertawa. “Kalau ada orang yang menerima dengan baik, itu feedback yang menyenangkan buat gue. Tapi tujuan utama ya kami keluarkan saja. Kami masih berkarya, dan sejauh ini gue nggak akan berhenti berkarya.”

Sambil menunggu karya-karya berikutnya, selamat mengenal kembali Naif di 7 Bidadari.


                                                                                                                                         Hasief Ardiasyah